Sabtu, 26 Juli 2008

Seni Budaya Tutur dan Perdamaian

Oleh Dedy Armayadi

Masyarakat adat Dayak di Kecamatan Kelam Permai, Sintang, Kalimantan Barat, memiliki kekayaan seni budaya tutur. Seni budaya tutur yang dimaksud adalah syair atau pun ceritera yang disampaikan kepada seseorang atau khalayak ramai. Rata-rata ucapan atau syair dari seni budaya tutur ini disampaikan dengan cara bersenandung, terkecuali untuk cerita atau dongeng yang biasanya dituturkan secara datar. Seni budaya tutur ini ada yang disampaikan secara sepihak, namun ada juga yang berbalas atau pun bersahut-sahutan.

Seni budaya tutur biasanya berupa kisah atau ungkapan tentang perihal tertentu, seperti kisah tentang asal mula kehidupan, keseharian, mitos, atau hanya berupa ungkapan yang berfungsi sebagai sindiran, pujian, nasehat, atau bahkan untuk memanjatkan doa. Oleh karenanya disamping untuk menghibur, seni budaya tutur ini juga ada yang bersifat semireligius.

Biasanya seni budaya tutur masyarakat dimainkan di suatu acara, seperti saat gawai tutup tahun atau pesta panen padi, acara pernikahan, saat menangani perkara, dan acara lainnya. Selain itu, seni budaya tutur juga sering dimainkan pada waktu masyarakat sedang beraktivitas, seperti saat gotong royong bekerja di ladang, saat ibu-ibu sedang menganyam (besedau), menimang atau menidurkan anak, dan berbagai aktivitas masyarakat lainnya.

Penggunaan seni budaya tutur ini di dalam ruang dan interaksi sosial menggambarkan bahwa seni budaya tutur mempunyai peranan penting dalam menciptakan kehidupan yang harmonis antarsesama masyarakat. Kekuatan seni budaya tutur ini terletak pada kisah dan pesan yang disampaikannya, disamping senandung yang indah, dan suara yang merdu. Seni budaya tutur dapat mempromosikan perdamaian. Jika seni budaya tutur tersebut mengandung pesan-pesan perdamaian, berarti dapat pula memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga perdamaian di daerahnya.

Selain itu, seni budaya tutur seperti bejereh dan bebantah merupakan salah satu mekanisme penanganan konflik yang cukup baik diterapkan dalam masyarakat adat di Kelam Permai. Bejereh dan bebantah sudah sejak lama digunakan untuk menyelesaikan perkara yang terjadi di masyarakat. Bejereh merupakan senandung yang menjelaskan tentang asal mula perkara berdasarkan persepsi masing-masing pihak yang berkonflik. Sedangkan bebantah adalah senandung yang disampaikan untuk membantah atau menyangkal pendapat lawan, berdasarkan hukum adat yang dipatuhi.

Seni budaya tutur yang merupakan hiburan rakyat, juga bisa digunakan untuk mencairkan suasana apabila terjadi ketegangan pada suatu pertemuan. Penyampaian seni budaya tutur yang biasa dilakukan pada saat orang ramai berkumpul, juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mempererat hubungan antarsesama masyarakat. Dengan demikian, seni budaya tutur dapat menjadi media promosi dalam mempersatukan masyarakat, serta membangun perdamaian di daerah.

Keberadaan Seni Budaya Tutur

Di Kelam Permai terdapat tiga sub suku Dayak, yakni Sub Suku Dayak Desa, Sub Suku Dayak Seberuang, dan Sub Suku Dayak Sebaruk. Ketiga Sub Suku Dayak ini masing-masing memiliki seni budaya tutur yang khas. Sub Suku Dayak Desa misalnya, terkenal dengan kesenian bekana dan bekanduk. Sub Suku Dayak Sebaruk terkenal dengan bejandih dan engkerasak. Sedangkan sub suku Dayak Seberuang terkenal dengan Besirang, Besasu, dan Bambai.

Pada ketiga sub suku Dayak tersebut untuk beberapa kesenian terdapat kesamaan bentuk. Misalnya kesemua sub suku Dayak itu sama-sama mempunyai seni budaya bepantun, dan dongeng atau cerita. Tetapi masing-masing sub suku punya istilah yang berbeda. Pada Sub Suku Dayak Desa untuk dongeng atau cerita menggunakan istilah bekanduk, sedangkan untuk Sub Suku Dayak Sebaruk punya sebutan betusut, dan pada Sub Suku Dayak Seberuang biasa disebut engkanduk.

Antar sub suku juga mempunyai kesenian yang sama. Antara Sub Suku Dayak Sebaruk dengan Seberuang misalnya, sama-sama biasa memainkan kesenian besasu. Sub suku dayak desa dengan Sebaruk sama-sama mengenal budaya tutur bedarak. Kesamaan ini menggambarkan diantara sub suku dayak tersebut punya hubungan yang erat satu dengan lainnya.


Seni budaya tutur saat ini dirasakan hampir mulai menghilang. Hanya orang-orang tertentu (kaum tua) saja yang masih dapat menguasai seni budaya tutur. Generasi muda enggan belajar seni budaya tutur yang ada. Kengganan generasi muda ini terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, dimana nuansa budaya dan adat istiadat sudah tidak sekental dahulu.

Penyelenggaraan seni budaya tutur di desa atau di kampung-kampung saat ini sudah berganti dengan nyanyian atau karaoke. Penggunaan seni budaya tutur dalam keseharian yang biasa jadi sarana interaksi pada saat berkumpul pun berganti dengan cerita sinetron yang sering muncul di televisi. Di sekolah, guru-guru hanya mengajarkan seni budaya nusantara secara umum, jarang sekali mengenalkan seni budaya lokal. Kondisi ini membuat generasi muda lebih terbiasa dengan budaya luar, yang kemudian meminggirkan seni budaya lokal.

Perubahan lainnya juga dapat dilihat dari kebanggaan memainkan seni budaya tutur yang ada. Dahulu kala orang-orang yang pandai memainkan bekana, bekanduk, dan bepantun akan disenangi oleh lawan jenis. Para pria biasanya memuji anak gadis dengan pujian yang terkandung di dalam syair bekana, atau ungkapan di dalam pantun. Ada kebanggaan tersendiri bagi mereka yang menguasai bekana, atau seni budaya tutur yang lainnya.

Kondisi dahulu tentu sudah jauh berubah seiring dengan perubahan jaman. Saat ini anak muda justru tidak berminat belajar, bahkan merasa malu memainkan seni budaya tutur lokal. Ada anggapan seni budaya yang ada itu adalah budaya orang primitif. Budaya yang modern adalah nyanyian dan musik layaknya yang ditampilkan di televisi atau pun yang didengarkan di radio.



Lembaga adat juga mengakui bahwa selama ini mereka belum melakukan upaya yang maksimal terhadap pelestarian seni budaya tutur yang ada. Namun ke depan para tetua adat beserta masyarakat berencana untuk membuat berbagai kegiatan berkaitan dengan upaya pelestarian seni budaya tutur ini. Upaya-upaya itu antaralain berupa menggali dan mempromosikan seni budaya tutur kepada generasi muda, membuat sanggar belajar seni budaya tutur, dan menyarankan kepada sekolah-sekolah untuk mengajarkan siswanya tentang seni budaya lokal.[]

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hallo bung Dedy, tulisan ini informatif. Bisa dicontohkan ngga syair bekana atau bejereh dari seni budaya tutur yang bung tuliskan? Aku sekarang lagi cari referensi nih, trims